SLBC
SLBC
ditujukan bagi anak-anak yang tunagrahita. Tunagrahita adalah keadaan
keterbelakangan mental atau biasa dikenal juga sebagai retardasi mental.
Retardasi mental adalah adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai
dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ dibawah 70) dan sulit
menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Retardasi
mental ini sendiri memiliki empat tipe yang dibedakan berdasarkan tingkat
intelegensinya, yaitu:
·
Ringan (mild) : 55-70
·
Moderat : 40-54
·
Berat (severe) : 25-39
·
Parah : < 25
Nah, untuk anak-anak yang
tunagrahita dapat memperoleh pendidikan melalui Sekolah Luar Biasa C
(SLBC). Berikut adalah hal-hal yang
diperhatikan dalam SLBC ini, yaitu:
a.
Tata Ruang Kelas
Hal
yang penting dalam tata ruang untuk anak yang retardasi mental yaitu tempat
yang luas sekitar ukuran 6x7 meter.
Satu kelasnya maksimalnya terdiri dari 10
orang anak dan 5 guru didalamnya. Sehingga satu guru dapat mengawasi dan
mengajar untuk dua orang anak. Ruang harus luas sehingga anak dapat secara
bebas bergerak dan berinteraksi. Kemudian, barang-barang yang digunakan,
seperti mainan, juga harus aman, baik dari apa mainan dibuat maupun dari segi
kandungan kimia didalam mainan, haruslah yang tidak membahayakan sehingga dapat
meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ruang dibuat senyaman
mungkin, seperti menggunakan AC dan pengharum ruangan.
Bentuk meja sengaja dibuat gaya seminar sehingga
pengajar dapat mengajari secara face-to-face kepada si anak. Disediakan pula
karpet tempat bermain si anak, walaupun dinamakan tempat bermain, karpet
tersebut dapat digunakan dalam proses belajar jika si anak sulit untuk dapat
duduk tenang di kursi. Dan kelas juga di-cat dengan warna yang bagus yang dapat
membawa perasaan tenang, damai, dan sejuk serta hindari menggunakan warna yang
terlalu mencolok.
b.
Pengajar
Dalam memilih pengajar untuk SLBC haruslah memiliki tingkat kesabaran yang
tinggi, mampu berkomunikasi dengan baik, serta alangkah lebih baik jika tamatan
dari psikologi. Sehingga, dapat memahami si anak dengan lebih baik. Kemudian
pengajarnya juga harus kreatif sehingga pembelajaran tidak membosankan bagi si
anak. Pengajar yang terdapat di dalam kelas sebanyak 5 orang dengan 10 orang
siswa dengan harapan dapat secara efektif dalam proses belajar-mengajar.
c.
Kurikulum
Kurikulum
yang digunakan dalam proses belajar-mengajar ini harus mengajarkan terlebih
dahulu tentang ‘Bina Diri” yang didalamnya mencakup:
·
Mengurus diri
·
Menolong diri
·
Komunikasi dan Sosialisasi
Dan
diharapkan, guru mengajarinya dengan melalui teknik modeling, yaitu
mempraktekan secara langsung agar si anak memperhatikan dan melakukan hal yang
diajarkan oleh guru tersebut. Dan ibu guru tersebut juga harus mampu
menjelaskan segala sesuatunya secara konkret dan rinci. Karena anak-anak
retardasi mental cenderung tidak mampu memproses hal-hal yang abstrak.
Strateginya yaitu, pembelajaran yang
diindividualisasikan dimana mereka belajar bersama-sama dalam satu kelastetapi
kedalaman dan keluasan materi, pendekatan/metode maupun teknik berbeda-beda
sesuai dengan kemaampuan dan kebutuhan si anak atau peserta didik. Metode yang
digunakan dapat pula dengan metode kooperatif dimana dapat mengajari anak dalam
komunikasi dan sosialisasi dengan orang lain.
d.
Biaya
Jika membicarakan tentang biaya SLBC ini relatif mahal, karena membutuhkan
energi dan usaha ekstra bagi para pengajar. Jika saya yang membuat sekolah,
uang sekolah si anak Rp 350.000/bulan dan akan mendapat potongan harga bagi
orang tua yang kurang mampu.
e.
Fasilitas
Fasilitas sekolah
merupakan penunjang aspek penting dalam membangun sekolah khususnya SLBC ini.
Fasilitasnya dapat berupa indoor maupun outdoor.
·
Fasilitas
Indoor :
-
Toilet
-
Musholla
-
Ruang khusus ekstrakurikuler, seperti: ruang alat musik
-
Ruang khusus bermain dan pengasuhnya
-
Perpustakaan mini
- 1
Kamar tidur anak dengan 4 single bed
-
Ruang konsultasi bagi orang tua
·
Fasilitas
Outdoor :
- Taman
bermain
- Kantin
- Kolam
renang mini
- Pendopo
- Halaman
parkir
- Security
atau satpam
f.
Orientasi Belajar
Tentu saja orientasi belajar pada anak SLBC yaitu TCL
(Teacher-Centered Learning), yaitu sistem belajar dimana guru berperan penting.
SLBD
SLBD
Sekolah luar biasa (SLB) tipe D ini adalah sekolah
bagi anak tuna daksa. Yaitu anak-anak berkebutuhan khusus secara fisik, atau
cacat pada tubuh. SLB-D tentunya harus memiliki pengaturan khusus yang berbeda
dari sekolah biasa, yang dapat memberi kemudahan bagi siswa-siswanya.
Berikut
beberapa pengaturan dan ketentuan dalam SLB-D :
a. Manajemen
Kelas
·
Kelas antara murid dengan tingkat
kebutuhan yang berbeda sebaiknya dipisah. Misalkan anak dengan
cacat fisik ringan dipisahkan dengan cacat fisik berat.
cacat fisik ringan dipisahkan dengan cacat fisik berat.
·
Jumlah murid tiap kelas tidak melebihi
20 orang.
·
Setiap kelas memiliki asisten guru yang
membantu murid setiap saat.
·
Gaya pengelolaan kelas yaitu duduk
melingkar. Guru dapat memonitor murid-muridnya, antar siswa juga dapat
berkomunikasi dengan baik.
·
Membuat dan mendiskusikan aturan yang
disepakati bersama sebelum kelas.
b. Guru
Guru
dalam Sekolah Luar Biasa tentu saja harus orang-orang berpengalaman atau
setidaknya mengenal dunia anak berkebutuhan khusus tersebut. Jika tidak, maka
guru - guru tersebut harus terlebih dahulu diberikan training atau pelatihan.
Orang yang memiliki kebutuhan khusus juga
dapat menjadi guru di SLB. Mereka merupakan orang yang paling berpengalaman
karena mengalami sendiri. Mereka akan lebih mengerti siswa, dan mengetahui hal-
hal apa yang dibutuhkan siswa. Selain itu, dapat juga menjadi motivasi bagi
siswa-siswanya , bahwa orang berkebutuhan khusus juga dapat memiliki karier dan
diterima masyarakat.
c. Kurikulum
Anak
berkebutuhan khusus tuna daksa belum
tentu memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah dari anak-anak normal.
Kurikulum dari sekolah normal bisa saja diterapkan. Hanya saja mungkin ada
aspek-aspek tertentu yang terbatas karena adanya keterbatasan.
Dalam
setiap SLB perlu adanya kelas motivasi. Yaitu kelas dimana pengajar memberikan
motivasi pada siswa-siswanya. Memberikan pengertian pada siswa-siswanya bahwa
keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Serta memotivasi murid-murid agar
tidak merendahkan diri sendiri. Meningkatkan self-concept dan self-esteem
mereka.
Beberapa kelas khusus
yang dapat diadakan :
•
Anak dengan cacat pada bagian tubuh
tertentu diberikan pelajaran tambahan. Misalnya, anak dengan cacat di tangan
atau jari, maka diberikan kelas tambahan untuk belajar menulis dengan baik.
•
Kelas khusus pelatihan kaki bagi anak
yang tidak dapat menggunakan tangan. Ini bertujuan agar kaki anak dapat lebih
terlatih melakukan beberapa tugas menggantikan tangannya.
d. Biaya
Biaya
yang dikenakan pada murid sekitar Rp.350.000,- per murid. Untuk anak yang
kurang mampu diberi keringanan uang sekolah.
e. Fasilitas
·
Setiap kelas sebaiknya dilengkapi rak
buku untuk masing-masing murid. Rak tersebut didesain dengan tinggi
berbeda-beda, sesuai kebutuhan si anak. Misalnya, anak yang cacat kaki , tidak
bisa berdiri, diberi rak yang bawah.
·
Jika dalam sekolah terdapat tangga, maka
dibuat jalur khusus kursi roda.
·
Di sepanjang lorong kelas dalam sekolah,
di buat pegangan tangan di dinding-dinding yang memudahkan siswa berjalan.
·
Berbagai fasilitas olahraga dan hobi
yang berbeda sesuai kebutuhan khusus anak. Misalnya anak dengan cacat tangan
bermain sepak bola. Anak dengan cacat kaki bermain catur.
·
Toilet di sekolah didesain untuk orang
yang berkebutuhan khusus
f. Orientasi
Belajar
Dalam sekolah luar biasa, orientasi belajar siswa cenderung TCL atau Teacher-Centered Learning, yaitu
proses pembelajaran dalam kelas yang berfokus pada gurunya. Guru mengajarkan setiap hal yang
diajarkan dan murid mendengarkan. Student-Centered Learning atau SCL juga dapat diterapkan. Namun,
tentu saja harus melihat pelajaran apa yang dipelajari dan juga melihat murid dalam kelas tersebut apakah
mampu. Contohnya kelas kerajinan tangan, guru hanya perlu member tahu cara dasar pengerjaannya, dan
selanjutnya dapat dikerjakan murid itu sendiri. Setiap karya yang dihasilkan siswa juga harus diberi
penilaian dan umpan balik oleh si guru.
Dalam sekolah luar biasa, orientasi belajar siswa cenderung TCL atau Teacher-Centered Learning, yaitu
proses pembelajaran dalam kelas yang berfokus pada gurunya. Guru mengajarkan setiap hal yang
diajarkan dan murid mendengarkan. Student-Centered Learning atau SCL juga dapat diterapkan. Namun,
tentu saja harus melihat pelajaran apa yang dipelajari dan juga melihat murid dalam kelas tersebut apakah
mampu. Contohnya kelas kerajinan tangan, guru hanya perlu member tahu cara dasar pengerjaannya, dan
selanjutnya dapat dikerjakan murid itu sendiri. Setiap karya yang dihasilkan siswa juga harus diberi
penilaian dan umpan balik oleh si guru.
No comments:
Post a Comment